Rabu, 18 Maret 2015

TECHNOPREUNERSHIP

Kreatifitas usaha pengrajin TEMPE
Bantul yogyakarta

Pada kali ini saya mencoba merangkum apa yang telah saya survey dengan teman-teman guna memenuhi tugas kuliah mata kuliah technoprenuership,disini saya mengambil pengamatan dari seorang ibu pengusaha tempe yang di mana keseharian nya ya itu membuat tempe guna menopang kebutuhan hidup nya,disini saya mengamati tata cara pembuatan tempe tersebut dari bahan apa dan berapa lama,serta tak lupa juga saya menanyakan tentang tata cara penjualan beliau seperti apa/sistem penjualan beliau hingga usaha pembuatan tempe tersebut berjalan dengan maksimal,disini saya akan menceritakan sedikit yang saya rangkum dari perkataan ibu tersebut mengenai cara membuat tempe tersebut:

è Pertama kacang kedelai di cuci hingga bersih sampai kulit dari kacang kedelai tersebut mengelupas
è Kemudian kacang tersebut di rebus dengan suhu yang telah di tentukan
è Setelah kacang kedelai tersebut di rebus kemudian di lakukan penghancuran kacang kedelai tersebut dengan cara di injak-injak agar menghasilkan hancuran yang lunak
è Kemudian setelah lunak,kacang kedelai tersebut di diamkan selama 1 malam
è Setelah 1 malam,kacang kedelai yang telah lunak tersebut di rebus kembali kemudian di kasih ragi tempe sebagai pembuat serabut dari tempe tersebut

Dari hasil diskusi saya bersama ibu tersebut mengatakan bahwa tempe tersebut baru bisa di katakan siap jual dalam waktu 2 hari.
Kemudian setelah berdiskusi tentang cara pembuatan tempe tersebut kemudian saya menanyakan sistem penjualan nya bagaimana  dan berapa keuntungan yang di peroleh perhari nya
Dari diskusi bersama ibu tersebut mengataan bahwa penjualan nya yaitu  di salurkan ke pasar-pasar tradisional,ke penjual sayuran yang ada di dekat rumah,dll sebagainya.
Untuk harga tempe tersebut yaitu Rp.200 per potong tempe.dalam 2 hari ibu tersebut dapat membuat sebanyak 5kg kedelai dengan 1kg kedelai menghasilkan 40 potong tempe,maka kalau 5kg kedelai dapat menhasilkan 200 potong tempe,nah jika di kalikan dengan harga perpotong tempe tersebut yaitu Rp.200 maka ibu tersebut memperoleh uang sebesar Rp.400.000 dari hasil penjualan tempe tersebut dan itu belum di potong dengan pembelian daun pisang sebagai pembungkus tempe tersebut..
Kemudian saya bertanya “ apakah sering gagal dalam pembuatan tempe tersebut?”
Ibu tersebut menjawab sangat sering,pembuatan tempe dikatakan gagal jika serabut dari ragi hasil rebusan tidak menyatu.dan alhasil dengan terpaksa tempe pembuatan yang gagal tersebut di buang.


Dari survey tersebut dapat simpulkan bahwa, walaupun memperoleh keuntungan yang kecil,jika di tekuni akan menghasil kan keuntungan yang besar,dan setiap usaha pasti  mengalami kegagalan walaupun membuat kerugian yang cukup lumayan besar/banyak.
Foto bersama ibu pengusaha pembuat tempe






Kerajinan Kulit Pak Rosman
Manding Yogyakarta

                Di Manding, Bantul, Yogyakarta dikenal sebagai sentral industri kulit. Di desa tersebut banyak pengerajin kulit. Salah satu pengrajin kulit di Manding adalah pak Rosman. Pak Rosman memulai industrinya awalnya sebagai buruh kemudian berinisiatif untuk berwirausaha. Beliau mulai mendirikan usahanya ini dari tahun 1989 sampai sekarang. Usahanya tersebut melayani berbagai kerajinan kulit sepeti tas, sepatu, ikat pinggang, jaket, dompet, dll. Beliau sudah berhasil mengekspor produknya sampai ke mancanegara antara lain Korea, Jepang, Amerika , dan Inggris. Dalam usahanya ini pak Rosman lebih beraspekkan pada pemesanan barang dari si pengunjung. Biasanya pak Roosman membuat barangnya sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh pemesannya. Dikarenakan pak Roosman tidak ingin menanggung resiko barang tidak laku terjual.  Akan tetapi ppesanan yag diterima oleh pak Roosman hingga saat ini selalu stabil. Bahkan hingga mampu merauk pasar mancanegara.
            Pak Roosman mendapat bahan baku dari luar kota sepeti Magetan, Jawa Timur. Bahan baku berupa kulit sapi dan kulit domba. Kulit sapi biasanya digunakan untuk tas, dompet, ikat pinggang, dan sepatu. Sedangkan kulit domba digunakan untuk pembuatan jaket dan hiasan sedikit pada tas. Untuk pembuatan 3 tas diperlukan waktu seminggu agar menjadi tas yang layak jual. Modal yang dibutuhkan untuk membuat satu tas sebesar Rp 50.000,00. Kemudian tas tersebut dijual dengan harga berkisar Rp 350.000,00 ke atas. Proses pembuatan kerajinan kulit tersebut pertama adalah membersihkan kulit sapi maupun domba dengan dicuci. Kemudian dikeringkan selama 1 hari apabila cahaya matahari cukup terik. Kemudian dilakukan pengepresan. Untuk 1 lemar kulit yang akan dipres dihargai Rp 5.000,00. Setelah dipres kulit dipotong sesuai pola yang diinginkan. Setelah dipotong, kulit dirangkai lalu dijahit. Untuk mengikat daya tarik konsumen, produk diberi beberapa aksesoris. Beliau setiap 3 bulan sekali melakukan pengeksporan ke Korea sebanyak 3.000 buah. Selain pengeksporan, beliau juga melakukan pemasaran secara online dan dijual di mall-mall besar di Jogja. Industri ini selain dikelola Pak Rosman sendiri juga dikelola anaknya. Anaknya khusus mengangani pemasaran di luar negeri.






Dari perbincangan saya dengan pak rosman dapat saya simpulkan bahwa selagi tekun dalam usaha dapat menghasilkan sesuatu yang kita inginkan,dan usaha tersebut dapat terlihat dari kesempatan dan sebagaimana cara kita menyikapi datang nye kesempatan tersebut

Gambar 1. Bersama Bapak Rosman saat mengamati usaha kerajinan kulitnya




Tidak ada komentar:

Posting Komentar